Jumat, 23 April 2010

IMPLEMENTASI PEDIDIKAN MULTIKULTURAL PADA MATERI SEJARAH LOKAL DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA Oleh: Prijadji, S.Pd

A. Pendahuluan

Merupakan kenyataan yang tak bisa ditolak bahwa negara-bangsa Indonesia terdiri dari berbagai kelompok etnis, budaya, agama dan lain-lain sehingga negara-bangsa Indonesia secara sederhana dapat disebut sebagai masyarakat "multikultural". Tetapi pada pihak lain, realitas "multikultural" tersebut berhadapan dengan kebutuhan mendesak untuk merekonstruksi kembali "kebudayaan nasional Indonesia" yang dapat menjadi "integrating force" yang mengikat seluruh keragaman etnis dan budaya tersebut.
Oleh sebab itu perbedaan budaya merupakan sebuah konduksi dalam hubungan interpersonal. Sebagai contoh ada yang orang yang bila diajak bicara (pendengar) dalam mengungkapkan perhatiannya cukup dengan mengangguk-anggukan kepala sambil berkata "uh. huh". Namun dalam kelompok lain untuk menyatakan persetujuan cukup dengan mengedipkan kedua matanya. Dalam beberapa budaya, individu-individu yang berstatus tinggi biasanya yang memprakarsai, sementara individu yang statusnya rendah hanya menerima saja sementra dalam budaya lain justru sebalikny

Pendidikan multikultural bangsa tampaknya memang sangat penting dibangun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di negeri ini. Masalah karakter selama ini cenderung diabaikan atau tidak menjadi perhatian kita. Padahal berbagai masalah yang kita hadapi selama ini, terutama menyangkut berbagai prilaku masyarakat dan pemimpinnya.
Ketika terjadi keributan permalsahan konflik baik dalam masyarakat maupun di kalangan elit, maka terlihat lemahnya karakter yang dimiliki. Mengapa korupsi merajalela tidak melihat suku bangsa maupun ras? Jawabnya, sudah jelas lemahnya karakter. Demikian pula, berbagai prilaku aksi-aksi demo yang anarkis, tidak mengindahkan nilai-nilai budaya, ketika kita banyak terkalahkan dalam persaingan dengan pihak asing, dan dunia olahraga, seperti sepakbola yang terus kalah tak pernah juara. Artinya, masalah karakter bangsa memang perlu kita bangun dengan serius.

Karakter bangsa yang berbasis pada multikultural harus menjadi pondasi dalam pembangunan masa depan bangsa dan negara. Apabila diperhatikan dari negara-negara yang sudah maju, maka yang menonjol adalah kuatnya karakter yang mereka miliki. Contohnya Bangsa Jepang, Korea dan China, ketiganya telah mampu mengalami kemajuan sekarang ini, tidak lepas dari karakter masyarakatnya, seperti semangat kerja keras, disiplin, dan konsisten dalam bersikap. Begitu pula dengan Amerika Serikat, budaya politik dan lainnya terlihat dilandaskan pada trust (percaya), salah satu karakter yang patut di negeri

Dalam dunia pendidikan saat ini memiliki anggaran cukup besar, telah serius dalam mengembangkannya kurikulum. Implementasi pendidikan multikultural dalam KTSP dapat didekati dari dua pendekatan, pertama, pendekatan instruksional atau formal, yaitu dengan mengintegrasikan subjek-subjek, seperti tema-tema menyangkut keanekaragaman sosial- budaya, toleransi ke dalam materi, pemilihan contoh-contoh, studi kasus, dan bahasa. kedua, pendekatan informal, yaitu melalui sikap dan perilaku warga sekolah, harus dijauhkan sikap dan perilaku guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan lainnya yang hanya menonjolkan kelompok tertentu dan mengabaikan kelompok lainnya. http://re-searchengines.com/frederik0608.html

Indikator keberhasilan membangun karakter bangsa harus dapat terlihat nyata dan dimulai dari generasi muda. Pendidikan multicultural, apabila mengalami kegagalan dalam mengedepankan pengembangan karakter bangsa, maka kita jangan berharap banyak akan mencapai keberhasilan masa depan Indonesia yang sejahtera adil dan makmur http://www.tnial.mil.id/Majalah/Cakrawala/ArtikelCakrawala/tabid/125/articleType/ArticleView/articleId/200/Default.aspx

B. Pengertian Pendidikan Multikultural, Sejarah Lokal dan Pembentukan Karakter

Menurut Musa Asy’arie, bahwa pendidikan multikultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural. Di sini jelas terlihat bahwasanya pendidikan multikultural menitikberatkan pada sikap hidup yang menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Tidak ada kemudian semacam tekanan, dominasi, diskriminasi, saling mencemooh, dan lain-lain, yang ada kemudian adalah hidup berdampingan secara harmonis, saling toleransi, menghormati, pengertian, dan sebagainya

http://asefamani.wordpress.com/2008/09/16/pendidikan-multikultural/

Sejarah lokal adalah studi tentang kehidupan masyarakat atau khususnya komunitas dari suatu lingkungan sekitar (neighborhood) tertentu dalam dinamika perkembangan dalam berbagai aspek kehidupan http://lieta.pbworks.com/Sejarah-Lokal

Menurut bahasa, karakter adalah tabiat atau kebiasaan. Sedangkan menurut ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang individu. Karena itu, jika pengetahuan mengenai karakter seseorang itu dapat diketahui, maka dapat diketahui pula bagaimana individu tersebut akan bersikap untuk kondisi-kondisi tertentu. Unsur terpenting dalam pembentukan karakter adalah pikiran karena pikiran, yang di dalamnya terdapat seluruh program yang terbentuk dari pengalaman hidupnya, merupakan pelopor segalanya. Program ini kemudian membentuk sistem kepercayaan yang akhirnya dapat membentuk pola berpikirnya yang bisa mempengaruhi perilakunya. Jika program yang tertanam tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran universal, maka perilakunya berjalan selaras dengan hukum alam. Hasilnya, perilaku tersebut membawa ketenangan dan kebahagiaan http://koleksi-skripsi.blogspot.com/2008/07/teori-pembentukan-karakter.html

C. Implementasi Pedidikan Multikultural Pada Materi Sejarah Lokal dalam Pembentukan Karakter Bangsa

Uraian sebelumnya telah mempertebal keyakinan kita betapa paradigma pendidikan multikulturalisme sangat bermanfaat untuk membangun kohesifitas, soliditas dan intimitas di antara keragamannya etnik, ras, agama, budaya dan kebutuhan di antara kita. Paparan di atas juga memberi dorongan dan spirit bagi lembaga pendidikan nasional untuk mau menanamkan sikap kepada peserta didik untuk menghargai orang, budaya, agama, dan keyakinan lain. Harapannya, dengan implementasi pendidikan yang berwawasan multikultural, akan membantu siswa mengerti, menerima dan menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya dan nilai kepribadian. Lewat penanaman semangat multikulturalisme di sekolah-sekolah, akan menjadi medium pelatihan dan penyadaran bagi generasi muda untuk menerima perbedaan budaya, agama, ras, etnis dan kebutuhan di antara sesama dan mau hidup bersama secara damai.

Demikian juga implementasi pendidikan multikultural pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, dapat dilakukan secara komprehensif melalui pendidikan kewargaan dan melalui Pendidikan Agama, dapat dilakukan melalui pemberdayaan slot-slot kurikulum atau penambahan atau perluasan kompetensi hasil belajar dalam konteks pembinaan akhlak mulia, memiliki intensitas untuk membina dan mengembangkan kerukunan hidup antar umat beragama, dengan memberi penekanan pada berbagai kompetensi dasar sebagaimana telah terpapar di atas. Kemudian, juga harus dilakukan dalam pendekatan deduktif dengan kajian yang relevan, kemudian dikembangkan menjadi norma-norma keagamaan, norma hukum, etik, maupun norma sosial kemasyarakatan http://aldorian0507.files.wordpress.com/2010/03/pendidikan-multikultural-artiklel.pdf

Dalam pelajaran sejarah implikasi dari pendekatan multikultural adalah lahirnya sejarah lokal, yang harus mengembangkan materi yang berbasis pada kedaerahan. Materi sejarah lokal dapat bersumber dari peristiwa-peristiwa lokal yang terjadi di suatu daerah. Eksplorasi materi sejarah lokal dapat bersumber dari peninggalan-peninggalan sejarah yang ada di daerah tersebut, penulisannya berdasarkan tema-tema tertentu. Selain itu, materi sejarah lokal yang ditampilkan dapat dilihat dari dinamika lokal yang terjadi dalam konteks sejarah nasional dan dunia atau dinamika sejarah nasional dan dunia yang berdampak pada sejarah lokal http://www.psb-psma.org/content/blog/sejarah-lokal-dan-ketahanan-daerah

Pembelajaran sejarah lokal di daerah pada gilirannya akan mampu mengantarkan siswa untuk mencintai daerahnya. Kecintaan siswa pada daerahnya akan mewujudkan ketahanan daerah. Ketahanan daerah adalah kemampuan suatu daerah yang ditunjukkan oleh kemampuan warganya untuk menata diri sesuai dengan konsep yang diyakini kebenarannya dengan jiwa yang tangguh, semangat yang tinggi, serta dengan cara memanfaatkan alam secara bijaksana.

Pada saat ini, semangat yang terkandung dalam diberlakukannya Otonomi Daerah sudah semestinya mengacu kepada kemandirian di mana masyarakatnya secara sadar membangun dirinya menjadi manusia yang amanah dan mampu memanfaatkan sumber daya baik manusia dan alam untuk kemaslahatan masyarakat. Dalam konteks tersebut di atas, pembelajaran sejarah khususnya sejarah lokal menjadi relevan. Anak bangsa di negeri ini sudah sewajarnya diperkenalkan dengan lingkungan yang paling dekat di desanya, kecamatan, dan kabupaten, setelah tingkat nasional dan internasional. Melalui pengenalan lingkungan yang paling kecil, maka anak-anak kita bisa mencintai desanya. Apabila mereka mencintai desanya mereka baru mau bekerja di desa dan untuk desanya. Sejarah lokal mempunyai arti sangat penting bagi anak didik kita. Dengan mempelajari sejarah lokal anak didik kita akan memahami perjuangan nenek moyangnya dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan. http://koleksi-skripsi.blogspot.com/2008/07/teori-pembentukan-karakter.html.

Nilai-nilai kerja keras, pantang mundur, dan tidak kenal menyerah perlu diajarkan pada anak-anak kita. Menurut Susanto, tiga nilai esensial dari sejarah bangsa yang relevan untuk ditumbuhkembangkan di atas dalam pelajaran sejarah tidaklah sebatas pengetahuan kognitif, melainkan juga berguna bagi pembentukan karakter bangsa. http://nasional.infogue.com/lawatan_sejarah_merekat_rasa_kebangsaan

Pembentukan karakter juga dapat melalui lawatan sejarah tingkat regional yang dilaksanakan pada tanggal 19 sampai dengan 22 April 2010. Menurut Cahyo Budi Utomo, Lawatan Sejarah adalah suatu kegiatan perjalanan mengunjungi situs bersejarah (a trip to historical sites). Lawatan Sejarah dapat dikembangkan sebagai model pembelajaran sejarah baik dengan basis teori behavioristik, kognitif, maupun konstruktivistik. Tinggal bagaimana guru dan siswa mengemasnya. Paradigma baru yang dijadikan rujukan yang mendasari penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, yang dituangkan baik pada UU tentang Sisdiknas maupun Peraturan Menteri tentang Standar Kompetensi dan Implementasinya, maka sangat jelaslah bahwa paradigma pembelajaran kontruktivisme menjadi pilihan utama karena dapat membentuk siswa menjadi generasi yang berkarakter terhadap bangsanya.

Dengan demikian, pendidikan multikultural pada meteri sejarah lokal mulai diperkenalkan oleh guru sejarah kepada para siswanya. Semua satuan pendidikan siswanya memiliki keberagaman ras maupun agama, dapat menjadi laboratorium masyarakat untuk penerapan pendidikan multikultural. Proses interaksi yang melibatkan semua pihak dalam mempelajari sejarah lokal sama saja mempelajari karakteristik dari materi yang dikaji sehingga siswa secara langsung dapat menggali karakter sendiri peristiwa kelokalan itu.

D. Penutup

1. Implementasi pendidikan multikultural pada materi sejarah lokal dalam pembentukan karakter bangsa adalah penerapan suasana tempat pembelajaran yang toleran terhadap peristiwa komunitas kelokalan dalam pembentukan karakter bangsa berisi nilai-nilai yang menyebabkan utuh dan bersatunya bangsa tersebut.

2. Implementasi pendidikan multicultural dapat dimasukan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dari SD sampai dengan SMA karena setiap satuan pendidikan diberikan otonomi untuk mengembangkan potensi sekolah sebagai bagian dari pembentukan karakter bangsa

3. Pembentukan karakter sangat relevan melalui materi sejarah lokal, karena materi sejarah lokal mempelajari dinamika masyarakat kelokalan atau kedaerahan, yang masyarakatnya sudah multikultural dan toleran terhadap perbedaan.

4. Pembentukan karakter bangsa dapat dilakukan melalui lawatan sejarah. Lawatan sejarah merupakan perpaduan antara hiburan dan pendidikan sehingga peserta didik dapat menemukan karakter sejarah bangsa masa lalunya untuk menjadi bahan renungan cita-cita masa depan

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik. 1995: Sejarah Lokal Indonesia (sebuah kumpulan Tulisan). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada

Alqadrie, Syarif Ibrahim. 2005. Sosialisasi Pluralisme dan Multikulturalisme Melalui Pendidikan. http://www.damandiri.or.id/file/ernibab2.pdf. Diakses tanggal 24 September 2006

Fajar, Malik. 2004. Mendiknas: Kembangkan Pendidikan Multikulturalisme. http://www.gatra.com/2004-08-11/artikel.php?id=43305. Diakses tanggal 24 September 2006

G, Mely, Tan. 1998: Multikulturalisme Peran Perempuan dan Integrasi Nasional. Yogyakarta: Universitas Atmajaya

Suparlan, Parsudi. 1988: Mulitikultralisme di Indonesia. Jakarta: Un iversitas Indonesia

Fajar, Malik. 2004. Mendiknas: Kembangkan Pendidikan Multikulturalisme. http://www.gatra.com/2004-08-11/artikel.php?id=43305. Diakses tanggal 24 September 2006

http://re-searchengines.com/frederik0608.html

http://www.tnial.mil.id/Majalah/Cakrawala/ArtikelCakrawala/tabid/125/articleType/ArticleView/articleId/200/Default.aspx

http://asefamani.wordpress.com/2008/09/16/pendidikan-multikultural/

http://lieta.pbworks.com/Sejarah-Lokal

http://koleksi-skripsi.blogspot.com/2008/07/teori-pembentukan-karakter.html

http://aldorian0507.files.wordpress.com/2010/03/pendidikan-multikultural-artiklel.pdf

ile:///C:/Documents and Settings/P/My Documents/Downloads/LAWATAN SEJARAH SEBAGAI MODEL PEMBELAJARAN SEJARAH « Historia Vitae Magistra, La Historia Me Absolvera !!!.htm.